Surat untuk Suamiku, Pengguna Facebook



SUAMIKKU tercinta yang dirahmati Allah. Engkau pun tahu bagaimana cemburu yang kupunya. Pernah aku bercerita, tentang facebook serupa pisau bermata dua. Satu sisi bermanfaat, namun sisi lainnya menebar mudharat.

Fokusku pada bahasan mengenai perselingkuhan yang terjadi tak sengaja. Bertemu teman lama di dunia maya. Awalnya menyapa. Namun perlahan curhat pun merubah biasa menjadi cinta.

Pastilah pelaku sama sekali tak mengira. Bahwa semua itu berhasil goyahkan pilar-pilar rumah tangga. Pernikahan pun berujung porak-poranda. Astaghfirullah …
Jika bukan karena keinginan untuk pertahankan pernikahan, takkan ada kesabaran. Begitupun pengorbanan dan upaya luar biasa yang mereka lakukan. Sementara bagi yang tak tahan, menyisakan kisah pilu sebuah perceraian.

Suamiku … jujur kusampaikan padamu. Kabar akun facebookku yang terbaru. Tentang permintaan pertemanan di dunia maya dari teman laki-laki spesial masa jahiliyah dulu.

Kala itu, cinta memang bagaikan candu. Namun berakhir sakitnya luka, bak tertusuk sembilu. Dan aku, tak bisa lupakan semua itu. Meskipun saling memaafkan telah lama juga berlaku.

Kali pertama, permintaan pertemanan itu aku diamkan. Namun untuk kedua kalinya, Harus ada yang kulakukan. Karena diam dapat diartikan mengabaikan.

Aku mengerti yang dia inginkan, sekedar menjalin kembali sebuah hubungan pertemanan. Dalam diam pikiranku berjalan, kata-kata apa yang tepat kusampaikan.

Dengan nama Allah, padanya kumulai menjelaskan. Bahwa masing-masing kita telah mempunyai pasangan. Menolak konfirmasi, bukan berarti memutuskan sesungguhnya pertemanan.

Bukan pula karena terbawa perasaan. Sebuah dendam ataupun kerinduan. Tapi tahukah dia bahwa setan selalu menghembuskan ajakan, berbuat noda dosa berselimut persahabatan? Bisa saja kan?

Bila dia merasa bisa menjaga hati, bagaimana dengan istri? Tidakkah cemburu? Pun dengan suamiku? Jika jawabnya semua baik-baik saja … sebab ini tak lain hanya sebuah penyambung silaturrahim semata, bagaimana dengan diri ini?

Aku tak menjamin, untuk selalu bisa kuasai hati. Entah itu cinta ataupun benci. Sementara setan setia mengikuti, kemanapun aku pergi. Untuk membisikkan rayuan sakti.

Siapa dapat menolongku nanti?

Dan apa jawabnya …

Aku yang salah paham sekaligus gagal faham. Serupa arang yang rapuh, mudah dihancurkan. Tak sekelas intan yang tetap kokoh tanpa goresan. Terpuruk oleh masa lalu, tak berpikir maju ke depan.

Tak mengapa, dia berkata apa. Karena tak semua berpendapat sama.

Dan saat ini, ketika teman mengabarkan tentang seorang akhwat yang sakit, tanpa suami menemani. Tiga bulan tanpa nafkah sebab suami selingkuh dan menikah lagi.

Melalui facebook, cinta lama bersemi kembali. Aku terhenyak tak lepas menyebut namaMu ya Robb.

Semakin yakin apa yang sudah kuputuskan. Orang yang tampak faham agama sekalipun, tak luput dari fitnah ini bila ia tergelincir.

Suamiku … bila orang lain tak setuju dengan apa yang kusampaikan. Tak percaya dan menganggapku berlebihan, kuharap tidak denganmu. Kuingin sama-sama saling menghargai hubungan kita kini.

Lupakan wanita masa lalu yang pernah singgah. Jangan buatku cemburu dan resah. Karena itu penyebab masalah.

Aku pun akan melakukan hal yang sama untukmu. Semoga Allah selalu melindungi kita dan senantiasa memberkahi pernikahan kita. Aamiin.

Sumber : islampos.com

Subscribe to receive free email updates: